Sabtu, 01 Januari 2011

CINTA SEJATI SEORANG ISTRI

Cerita ini adalah kisah nyata…
dimana perjalanan hidup ini ditulis
oleh seorang istri dalam sebuah
laptopnya.
Bacalah, semoga kisah nyata ini
menjadi pelajaran bagi kita
semua.
***
Cinta itu butuh kesabaran…
Sampai dimanakah kita harus
bersabar menanti cinta kita???
Hari itu.. aku dengannya
berkomitmen untuk menjaga cinta
kita..
Aku menjadi perempuan yg paling
bahagia …..
Pernikahan kami sederhana
namun meriah …..
Ia menjadi pria yang sangat
romantis pada waktu itu. Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar,
tampan & mapan pula. Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu.. Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci ….
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat
memanjakan aku … sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa
sayangnya pada ku.
Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi.
Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.
***
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bias memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami. Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya. Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku … Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.
Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering
mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku… Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka …
Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hamper membuat ku menjadi seorang
janda itu. Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-
balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam
kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada
seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu
mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar,
tapi aku tak boleh sedih di hadapannya. Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan,
“ Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu
dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup. Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata
“ Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.
Lalu.. Ibu nya berbicara denganku…
“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.
Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.
Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang
saja, ada kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”
Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku dating menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alas an pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya Salah ataupun Tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah
sakit itu dengan linangan air mata. Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bias menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.
***
Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut
cintanya dibagi dengan yang lain.
Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke
taman belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.
Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?”
Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang ”
Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan ?”
“Ya tapi aku tak akan lama di sana, cuma 3 minggu aku di sana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku ”, jawabnya tegas.
“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana ?“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa
kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.
”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti ”, jawabnya tegas.
”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan ?”,
lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku
sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada
nya. Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau
terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku. Aku hanya bisa tersenyum saja,
padahal aku ingin bersama Suamiku, tapi karena keluarganya
tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena Suamiku sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam
pengeluaran anggaran rumah tangga kami.
Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit.
Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang
ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang
dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.
Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan
keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh
dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak
merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa
menangis karena akan ditinggal pergi olehnya. Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.
Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki
teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman
mengobrolku. Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu
mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus
percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.
***
Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku
mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke
Sabang. Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk
dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan
rasa sakit dirahimku ini, sampai- sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3. Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi.. Mertuaku akan semakin
menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bias memberikannya keturunan. Dan
kemudian aku hanya bias memeluk adikku. Aku kangen pada suamiku, aku
selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..
Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku.
Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku
akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung …
Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.
Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms. Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi ”.
Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah. Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga
akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-
akhir ini. Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan
sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam
rumah kami. Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya
 Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas,
kemudian mandi dan tidur tanpa
bertanya kabarku..
Aku hanya berpikir, mungkin dia
capek. Aku pun segera merapikan
bawaan nya sampai aku pun
tertidur. Malam menunjukkan 1/3
malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasa nya kami selalu berjama ’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku
hanya mengelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka ’at.
***
Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami
yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku
untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.
Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap
tidak biasa terhadapku? Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku
langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia
menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus.
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa
suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya.
Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku. Semakin hari ia menjadi orang
yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami
hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu
bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia
bertanya dengan nada yg keras.
Suamiku telah berubah.. Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina
dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku
yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya
seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.
Aku hanya berdo’a semoga
***
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku
menangis setiap malam, lelah
menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja
berkenalan. Kemesraan yang kami ciptakan
dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku
tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan.
Penyakitkupun masih aku simpan
dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa
yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu
pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan
berakhir.
Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari
aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk
pengobatan kankerku. Aku pun Sungguh.. suami yang dulu aku
puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang
asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.
“Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”.
“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.
“Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.
Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku.
Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.
Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”
Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil
menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.
Lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi
orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh
cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin..
sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan
ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan
nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang
perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku
hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati
penyakitku ini, dalam kesendirianku..
***
Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena
semalaman aku tidak tidur karena
terus berpikir. Keluarga besarnya
juga telah berkumpul disana,
termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..
Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah
didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung
dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya
ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua
yang telah ada sebelum suamiku lahir, tiba-tiba Tante Lia, tante
yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera
berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga
yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti
rumah zaman peninggalan
belanda.
Kemudian aku duduk disamping
suamiku, dan suamiku menunduk
penuh dengan kebisuan, aku tak
berani bertanya padanya.
Tiba-tiba saja neneknya, orang
yang dianggap paling tua dan
paling berhak atas semuanya,
membuka pembicaraan.
“Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara
dengan kau Fisha ”. Neneknyaberbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.
”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya..
Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga
kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda
kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu
keguguran !!“. Aku menangis.. untuk inikah aku
diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?
“Sebenarnya kami sudah punya sebelum kau menikah dengannya.
Tapi Fikri anak yang keras kepala,
tak mau di atur,dan akhirnya
menikahlah ia dengan kau. ”
Neneknya berbicara sangat
lantang, mungkin logat orang
Sabang seperti itu semua. Aku hanya bisa tersenyum dan
melihat wajah suamiku yang kosong matanya.
“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya ”,
neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air
matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini,
tapi aku tak punya keberanian itu. Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir
dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana? kau dimadu atau
diceraikan ?“
MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku
ingin jatuh pingsan. Hati ini
seakan remuk mendengarnya,
hancur hatiku. Mengapa
keluarganya bersikap seperti ini
terhadapku..
Aku selalu munutupi masalah ini
dari kedua orang tuaku yang
tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku sangat
bahagia 2 tahun belakangan ini.
“Fish, jawab!.” Dengan tegas
Ibunya langsung memintaku
untuk menjawab.
Aku langsung memegang tangan
suamiku. Dengan tangan yang
dingin dan gemetar aku
menjawab dengan tegas.
Walaupun aku tidak bisa
berdiskusi dulu dengan imamku,
tapi aku dapat berdiskusi
dengannya melalui bathiniah.
‘’Untuk kebaikan dan masa
depan keluarga ini, aku akan
menyambut baik seorang wanita
baru dirumah kami.. ”
Itu yang aku jawab, dengan kata
lain aku rela cintaku dibagi. Dan
pada saat itu juga suamiku
memandangku dengan tetesan air
mata, tapi air mataku tak sedikit
pun menetes di hadapan mereka.
Aku lalu bertanya kepada
suamiku, “Ayah siapakah yang
akan menjadi sahabatku dirumah
kita nanti, yah ?”
Suamiku menjawab, ”Dia Desi!” Aku pun langsung menarik napas
dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa
yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?. ”
Ayah mertuaku menjawab, “ Pernikahannya 2 minggu lagi.”
”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah,
untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok ”,
setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.
Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat,
aku buka pintu kamar dan aku
langsung duduk di tempat tidur.
Ingin berteriak, tapi aku sendiri
disini. Tak kuat rasanya menerima
hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..
Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama
2 tahun belakangan ini? Aku berjalan menuju ke meja rias,
kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “sudah
tidak cantikkah aku ini?“ Ku ambil sisirku, aku menyisiri
rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku
memang sudah tidak cantik lagi,
rambutku sudah hampir habis..
kepalaku sudah botak dibagian
tengahnya.
Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka,
ternyata suamiku yang datang, ia
berdiri dibelakangku. Tak kuhapus
air mata ini, aku bersegera
memandangnya dari cermin meja
rias itu. Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih
ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu
sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?. ”
Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak
sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku
rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.
Dalam hatiku bertanya, “ mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku
lagi. Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk!“
“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang. Dalam sholat dan dalam tidur aku
menangis. Ku hitung mundur
waktu, kapan aku akan berbagi
suami dengannya. Aku pun ikut
sibuk mengurusi pernikahan
suamiku.
Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu,
yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu..
***
Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan
hatiku di laptopku. Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku
marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis
melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai
ia berlaku sekejam itu kepadaku.
Aku save di mydocument yang bertitle
“ Aku Mencintaimu Suamiku.”
Hari pernikahan telah tiba, aku
telah siap, tapi aku tak sanggup
untuk keluar. Aku berdiri didekat
jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan
bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku
yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan
berbicara padaku.
“Apakah kamu sudah siap?”
Kuhapus airmata yang menetes
diwajahku sambil berkata :
“Nanti jika ia telah sah jadi
istrimu, ketika kamu membawa ia
masuk kedalam rumah ini, cucilah
kakinya sebagaimana kamu
mencuci kakiku dulu, lalu ketika
kalian masuk ke dalam kamar
pengantin bacakan do ’a di
ubun-ubunnya sebagaimana yang
kamu lakukan padaku dulu. Lalu
setelah itu.. ”, perkataanku
terhenti karena tak sanggup aku
meneruskan pembicaraan itu, aku
ingin menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku menjawab
“ Lalu apa Bunda?”
Aku kaget mendengar kata itu,
yang tadinya aku menunduk
seketika aku langsung
menatapnya dengan mata yang
berbinar-binar …
“Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa
kuping ini tidak salah mendengar. Dia mengangguk dan berkata, ” Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia
mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit
membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata,
” Kita lihat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata, “bunda
adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama ”..
Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat
dan berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah
kemana saja? Mengapa Ayah
berubah? Aku kangen sama Ayah?
Aku kangen belaian kasih sayang
Ayah? Aku kangen dengan
manjanya Ayah? Aku kesepian
Ayah? Dan satu hal lagi yang
harus Ayah tau, bahwa aku tidak
pernah berzinah! Dulu.. waktu
awal kita pacaran, aku memang
belum bisa melupakannya, setelah
4 bulan bersama Ayah baru bisa
aku terima, jika yang dihadapanku
itu adalah lelaki yang aku cari.
Bukan berarti aku pernah berzina
Ayah. ” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki
imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah
membuatmu susah ”. Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya
kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang
tidak beres denganku dan ia
bertanya, ”bunda baik-baik saja
kan?” tanyanya dengan penuh
khawatir.
Aku pun menjawab, “bisa
memeluk dan melihat kamu
kembali seperti dulu itu sudah
mebuatku baik, Yah. Aku hanya
tak bisa bicara sekarang “.
Karena dia akan menikah. Aku tak
mau membuat dia khawatir. Dia
harus khusyu menjalani acara
prosesi akad nikah tersebut.
***
Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul
pun dimulai. Aku duduk
diseberang suamiku.
Aku melihat suamiku duduk
berdampingan dengan
perempuan itu, membuat hati ini
cemburu, ingin berteriak
mengatakan, “Ayah jangan!!”,
tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang saat
mendengar ijab-qabul tersebut.
Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia,
tante yang baik itu, memelukku.. Dalam hati aku berusaha untuk
menguatkan hati ini. Ya… aku kuat. Tak sanggup aku melihat mereka
duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara
resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat
aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi
dibalik itu.. hatiku menangis.
Sampai dirumah, suamiku
langsung masuk ke dalam rumah
begitu saja. Tak mencuci kakinya.
Aku sangat heran dengan
perilakunya. Apa iya, dia tidak
suka dengan pernikahan ini?
Sementara itu Desi disambut
hangat di dalam keluarga
suamiku, tak seperti aku dahulu,
yang di musuhi.
Malam ini aku tak bisa tidur,
bagaimana bisa? Suamiku akan
tidur dengan perempuan yang
sangat aku cemburui. Aku tak
tahu apa yang sedang mereka
lakukan didalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku
ingin sholat lail aku keluar untuk
berwudhu, lalu aku melihat ada
lelaki yang mirip suamiku tidur
disofa ruang tengah. Kudekati lalu
kulihat. Masya Allah.. suamiku tak
tidur dengan wanita itu, ia
ternyata tidur disofa, aku duduk
disofa itu sambil menghelus
wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia
memegang tangan kiriku, tentu
saja aku kaget.
“Kamu datang ke sini, aku pun
tahu”, ia berkata seperti itu. Aku
tersenyum dan megajaknya sholat
lail. Setelah sholat lail ia berkata,
“ maafkan aku, aku tak boleh
menyakitimu, kamu menderita
karena ego nya aku. Besok kita
pulang ke Jakarta, biar Desi
pulang dengan mama, papa dan
juga adik-adikku ”
Aku menatapnya dengan penuh
keheranan. Tapi ia langsung
mengajakku untuk istirahat. Saat
tidur ia memelukku sangat erat.
Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah
Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku
sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini.
Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan
kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..
Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”
Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku
rasakan. Aku pun berkata, “Ayah kenapa
tidak tidur dengan Desi?” ”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi.
Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois. ” Dengan
lembut suamiku menjawab seperti
itu.
Lalu suamiku berkata, ”Bun,
Ayah minta maaf telah
menelantarkan bunda.. Selama
ayah di Sabang, ayah dengar
kalau bunda tidak tulus mencintai
ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta
ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana
isinya kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda
kutip (“seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir
kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda
bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah
karena ayah terlalu memanjakan bunda.. ”
Hati ini sakit ketika difitnah oleh
suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya
karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa
tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya menjawab, “Aku
sudah ceritakan itu kan Yah.. Aku
tidak pernah berzinah dan aku
mencintaimu setulus hatiku, jika
aku hanya mengejar hartamu,
mengapa aku memilih kamu?
Padahal banyak lelaki yang lebih
mapan darimu waktu itu Yah.. Jika
aku hanya mengejar hartamu, aku
tak mungkin setiap hari menangis
karena menderita
mencintaimu.. “
Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku
sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan
masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta
sikap keluarganya juga. Karena aku tak mau mati dalam
hati yang penuh dengan rasa
benci.
***
Keesokan harinya…
Ketika aku ingin terbangun untuk
mengambil wudhu, kepalaku
pusing, rahimku sakit sekali.. aku
mengalami pendarahan dan
suamiku kaget bukan main, ia
langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit.. Dari kejauhan aku mendengar
suara zikir suamiku.. Aku merasakan tanganku basah.. Ketika kubuka mata ini, kulihat
wajah suamiku penuh dengan
rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku
dengan erat.. Dan mengatakan,
” Bunda, Ayah minta maaf…”
Berkali-kali ia mengucapkan hal
itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?
Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang
tua bunda, anterin bunda kesana
ya, Yah.. ”
“Ayah jangan berubah lagi ya!
Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang
banget sama Ayah.”
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat
sakit, sakitnya semakin keatas,
kakiku sudah tak bisa bergerak
lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya
yang tampan, berlinang air mata. Sebelum mata ini tertutup,
kulafazkan kalimat syahadat dan
ditutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku
punya pengganti diriku.. Aku bahagia selalu melayaninya
dalam suka dan duka..
Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami
pacaran sampai kami menikah. Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.
Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan
aku telah hadir didalam
kehidupan anakmu sampai aku
hidup didalam hati anakmu.
Ketahuilah Ma.. dari dulu aku
selalu berdo ’a agar Mama
merestui hubungan kami.
Mengapa engkau fitnah diriku
didepan suamiku, apa engkau
punya buktinya Ma?
Mengapa engkau sangat cemburu
padaku Ma?
Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk
durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku..
Dengan Desi kau sangat baik
tetapi denganku menantumu kau
bersikap sebaliknya.. ”

3 komentar:

  1. hemm,,,, critanya menyedihkan....


    dramatiss,,, melankolis,,,
    dan,,, traggiisss.......

    aku yakin,, tdk hanya cerita ini saja,, msh bnyk cerita2 yg menyedihkan dan tragiss,,, hanya tdk semua org mampu menulisnya mnjdi bentuk cerita.

    membangun rumah tangga itu memang susah2 gampang,, apalagi jika keduanya sudah beda kultur serta budaya..

    harus, banyak komunikasi, itu adalah kunci sebuah hubungan, *(* red : menurutku sehh gitu)

    this is my comment,,
    mau setuju silahkan, ndak jg its oke.. ^_^

    BalasHapus
  2. cerita yang mengharukan..

    emang komunikasi, kepercayaan dan jujur terhadap pasangan itu penting banget...

    BalasHapus
  3. hmmmmm critanya menyedih kan ham....

    pi keren critanaya....kesabaran seorg istri atas perubahan suaminya....

    lo mmg cinta tuch mmg sulit dihilangakn...

    komunikasi tuch memang penting,,,...

    moga ja istriku bsk sesabar dia....

    trz endingnya Bundanya meninggal yoh???

    BalasHapus