Selasa, 11 Januari 2011

Dibalik Mundurnya ABB (Bakar Bakar Baasyir) Dari MMI (Majlis Mujahidin Indonesia)


Banyak orang yang terkejut mendengar berita keluarnya ustadz Abu Bakar Ba`asyir dari MMI (Majlis Mujahidin Indonesia). Ini menimbulkan banyak pertanyaan, sebab, ABB dan MMI merupakan suatu yang saling melekat. ABB adalah MMI, begitu juga MMI adalah ABB. Apalagi ustadz Abu berniat mendirikan sebuah jamaah baru yang dinamakan ‘Jamaah Ansharut Tauhid (JAT)’ yang kemudian pada 17 September kemarin, beliau mendeklarasikan organisasi tersebut di Asrama Haji, Bekasi sekaligus pengumuman resmi keluarnya Ustadz dari MMI, lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Ustadz Abu mundur dari MMI pada 19 Juli lalu. Kongres III MMI (kongres untuk memilih amir baru dan laporan pertanggunjawaban amir terdahulu) yang diselenggarakan pada bulan 9 – 10 Agustus lalu di Yogyakarta kemarin tetap berjalan, meski tanpa dihadiri oleh beliau. Ustadz Muhammad Thalib yang semula menjadi wakil amir kini menempati posisi sebagai Amir Majelis Mujahidin Indonesia.

“Kami ingin mengikuti sunah nabi, bukan sunah yahudi” begitulah yang dikatakan Abu, karena menurut Abu, system organisasi yang diterapkan di MMI masih menggunakan system / sunah Yahudi. tatacara pemilihan amir yang masih menggunakan system periodik (system demokrasi) tidak dikenal dalam Islam. amir hanya berfungsi sebagai koordinator, bukan pemimpin tunggal.sedangkan dalam Islam, pemimpin dipilih dan diturunkan kalau dia melanggar syariat, meninggal, mengundurkan diri, atau sakit permanen yang tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai pemimpin, pemimpin pun tidak perlu mempertanggungjawabkan kepemimpinannya didalam kongres, melainkan langsung bertanggung jawab kepada Allah. itulah yang dinamakan Jamaah Imamah (JI), system kepemimpinan yang selaras dengan Islam.
Bagi ustadz Abu, dakwah dan jihad sebagai cara perjuangan yang ditempuh MMI sudah benar, namun system yang digunakaannya masih menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan sunah nabi saw. “sejak saya diangkat menjadi pimpinan Ahlul Halli wal Aqadi (AHWA) saya sudah melihat kekeliruan ini, dan saya juga sudah menolak diangkat menjadi amir Majlis Mujahidin, tapi karena desakan, maka saya menerima jabatan itu untuk sementara demi kemashlahatan dan dengan tekad bahwa pada suatu hari saya berharap akan bisa memperbaiki kekurangan ini,” kata ustadz, “saya mau jadi amir, waktu itu dengan niat untuk meluruskan itu,”tambahnya.
Semula, ia akan memperbaiki system organisasi MMI agar sesuai dengan sunah nabi swa. Namun takdir Allah berkehendak lain. Pada tahun 2002 Ustadz dituduh sebagai teroris dan mempunyai keterkaitan dengan organisasi Jamaah Islamiyah dan serangkaian peristiwa pengeboman di Tanah Air, hingga akhirnya ia dipenjara, dan keluar tahun 2006. setelah ia bebas dari penjara, ia mulai mengajak jajaran pengurus MMI untuk kembali pada system kepemimpinan. Yang sesuai dengan ajaran Islam, yakni system Al Jamaah wal Imamah. Berbagai cara ia lakukan baik lewat musyawarah ataupun diskusi. “ketika saya luruskan mereka tidak mau, karena saya sudah menyelesaikan tugas saya untuk meluruskan, dan mereka tidak mau, maka saya sudah terbebaskan dari tugas saya dihadapan Allah. Ungkap usatdz Abu kepada Sayiful Anwar. Dari majalah Al Mujtama.

Karena pernyataan ini. ustadz Abu sempat dituding telah kemasukan paham syiah. Ahmadiyah, dan Komunis. Yang menuding tidak tanggung-tanggung, Muhammad Thalib, wakil amirnya sewaktu di MMI. Thalib mencatat, ada beberapa point yang menjadi alasan tudingannya itu.
Pertama, adanya doktrin bahwa imam berlaku seumur hidup dan tidak boleh ada penggantian selama sanggup memimpin umat. Kedua, imam tidak bertanggungjawab kepada rakyat. Ini paham Ahmadiyah. Ketiga, Musyawarah tidak mengikat imam. Ini paham Syiah.

Thalib menjelaskan, “ada beberapa pihak ingin mengendalikan MMI, yaitu pihak luar;” katanya tanpa menyebut personalnya. Namun yang jelas, pihak luar itu menggunakan cara melalui tokoh. “Mujahidin sejak mula dibangun dengan paradigma kebersamaan. Karena tidak mungkin jamaah ini dipimpin oleh seorang tokoh yang sehebat apapun selamanya. Tegas thalib kepada Al Mujtama.

Tudingan soal syiah, tentu saja dibantah Baasyir. Menurutnya, dalam syiah, seorang amir ma’shum (terjaga dari dosa, red) sedangkan menurut Islam, Amir itu tidak ma`shum, bisa saja berbuat salah dan dosa. “(system) Jamaah wal Imamah ini memang diterapkan oleh Syiah. Tetapi dalam Syiah itu amir ma`shum, tetapi menurut kami ahli sunnah, amir itu tidak ma`shum,” terangnya. Mengenai system kontrol, ustadz Abu menjelaskan, “semua rakyat, ulama-ulama itu yang ngontrol. Kalau ada kesalahan amir, didatangi dikantornya, addhiinu nashiihah (agama itu nasihat). Mudah. Tidak perlu mengadakan kongres agar amir memberikan laporan. Amir itu bertanggung jawab kepada Allah. Nggak perlu kepada manusia. Manusia bisa mengingatkan kalau amir mengambil hak rakyat.
Mengenai tudingan dirinya menganut paham Ahmadiyah. Ustadz Abu hanya menjawab ringan, “saya lebih tegas mengenai Ahmadiyah daripada Thalib, “katanya. Ketika isu soal dirinya mengusung paham Ahmadiyah berhembus kencang, Baasyir justru sedang menyampaikan orasi di Taman Silang Monas Jakarta. Menuntut pembubaran Ahmadiyah. Dalam orasinya itu Baasyir menyebut Ahmadiyah lebih berbahaya dari Komunis.
Pertanyaan Baasyir soal system organisasi MMI membuat ketua Lajnah Tanfidziyah MMI, Irfan Suryahadi Awwas, harus melakukan klarifikasi. Yang benar bukan tidak sesuai syariat Islam, tetapi tidak sesuai dengan keinginan beliau,” tepis Irfan seperti dikutip situs berita Detik.com (6/8). Adik kandung Abu Jibril itu menegaskan, syariat Islam tidak bisa dipandang lewat perspektif seseorang, karena itu, dalam MMI tidak ada symbol atau figuritas sentral, namun mengacu pada loyalitas organisasi, “semua masalah diselesaikan lewat musyawarah,’ tukas Irfan.

Mundurnya ustadz Abu dari MMI memang mengejutkan. Sejumlah kalangan menilai mundurnya Baasyir sebagai hal biasa dalam dinamika organisasi, “silahkan berbeda pendapat, asalkan tetap ruham`u bainahum (saling mengasihi antar sesame, red) mundurnya ustadz Abu itu hal biasa, asalkan jangan saling bermusuhan,”ujar Presiden Dewan Pimpinan Pusat Syarikat Islam Indonesia KH Ohan Sudjana
Perbedaan pendapat soal system organisasi inilah yang membuat ABB dan MMI ‘cerai’ meski begitu ustadz Abu menjelaskan meski berpisah, ia tetap siap bekerjasama dengan MMI dan tidak akan memutuskan tali silaturrahim dengan para pengurus MMI. Bahkan, ustadz siap untuk bekerjasama dengan MMI terkait penegakan syariat Islam, sejauh dilaksanakan dengan cara-cara yang sesuai syariat. Bagi ustadz, pendiriannya soal system JI bukanlah ego pribadinya, melainkan kewajiban yang yang harus dijalankan sebagai seorang muslim. “itu bukan ego saya, melainkan suatu paham syar`i yang benar,”tuturnya.
Ustadz Abu dengan tegas mengatakan “saya bukan menghendaki perpecahan”. Hal serupa dikatakan Shobbarin Syakur, aktivis MMI yang juga berseberangan dengan Baasyir. “Kita bukan pecah, beda pemahaman saja,”tegasnya.

Jamaah Anshorut Tauhid (JAT)

Pasca mundurnya dari MMI, ustadz Abu mendeklarasikan sebuah jamaah baru bernama Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Organisasi ini dibentuk ABB dengan beberapa ustadz di Solo, Jawa Tengah, pada Juli 2008. yang kemudian diumumkan pada tanggal 17 September 2008/17 Ramadhan 1429 H di Asrama Haji Bekasi, ( saya pernah mendengar dialog dakta dengan ustadz Fauzan Al Anshari, Juru Bicara JAT. Waktu itu Ustadz Fauzan ditanya, kenapa memilih Bekasi sebagai tempat Deklarasi organisasi ini, apa karena di Bekasi banyak pengikutnya. Dengan ringan ustadz Fauzan menjawab. Karena di Bekasi yang paling murah..:-)…)
Mengenai nama Jamaah Ansharut Tauhid, Fauzan menjelakan, “Jamaah adalah sekelompok orang dari kaum Muslimin yang berkumpul. Anshar adalah sebagai pembela-pembela. Tauhid adalah hak-hak Allah yang harus ditunaikan, baik dalam kaitan dengan rububiyah, asma dan sifat, uluhiyah serta menegakkan hokum-hukum-Nya,” terang Fauzan. “JAT punya manhaj, tidak sepakat dengan apa yang dilakukan Imam Samudera cs, tapi tidak menganggap mereka teroris,” ujarnya.
Fauzan mengaku, nama JAT akan menimbulkan kecurigaan pihak asing terhadap organisasi baru ini, Maklum, di Timur Tengah nama yang sama dipakai oleh organisasi jihad yang menjadi target Amerika . “soal nama memang akan dibidik dengan AS. Tapi jelas kita tidak ada hubungannya dengan organisasi di luar negri. Kita memang menggunakan system JI, Jamaah dan Imamah,” kata Fuzan terkekeh. “kita ada system baiat. Orang mau masuk organisasi ini harus ikut dauroh (penataran) dulu. Kalau setuju, kita baiat. Baiat disini kepada jamaatun minal muslimin, tidak ada konsep bughat atau kufur ( mengkufurkan orang lain diluar jamaahnya, seperti yang diterapkan aliran-aliran sesat). Jadi, baiat iltijam (konsisten) kepada perjuangan,” tambah mantan Jubir MMI ini.
Hal serupa dikemukakan oleh Haris Amir Falah, mantan ketua MMi wilayah DKI Jakarta yang kini turut bergabung dalam JAT, “dulu juga seperti itu, MMI dibilang gerakan internasional. Biasalah, risiko perjuangan. Sunatullahnya begitu. Nama itu tidak jadi masalah. Haris mengatakan, nama sebuah organisasi biasanya berkaitan dengan semangat perjuangan. Soal dana, dengan nada guyon Haris mengatakan, “dana kita dari Allah”
Mengenai system JI ini, ustadz Abu menjelaskan, “selain menurunkan Islam sebagai landasan hidup, Allah swt juga menurunkan system untuk mengatur hidup, yaitu system kekuasaan. Allah juga menurunkan cara untuk memperjuangkan Islam, yaitu dengan dakwah dan jihad. Untuk system organisasi, islam mengajarkan system jamaah wal imamah. Sistem ini menurut Abu sesuai dengan sunah nabi.
Dalam system JI, amir adalah pemimpin tertinggi yang menjalankan amanat kekuasaan tidak terbatas pada priodeisasi tertentu. Amir berkuasa sepanjang hayat, selama tidak melanggar syariat, belum meninggal, dan tidak sakit permanen yang menyebabkan ia tidak bisa menjalankan amanatnya. Dalam system ini, amir bertanggung jawab langsung kepada Allah, tidak bertanggung jawab kepada manusia, “Amir dalam system ini tidak ma`shum”tegas baasyir. Dalam mengambil keputusan, Amir tidak terikat dengan musyawarah, tetapi berhak meminta masukan dari orang-orang yang dipilihnya mengenai hal-hal yang tidak dikuasainya. “tugas Dewan Syuro hanya memberi masukan. Keputusan ada di Amir.”tambahnya.
Soal mekanisme kontrol dalam system ini, rakyat dan para ulama yang akan mengontrol kepemimpinannya. “Amir itu dibatasi oleh syariat. Jadi tidak bisa nyeleweng. Kalau menyeleweng dari syariat diturunkan,” ungkapnya. “setiap detik, amir bisa dikoreksi,” Haris Amir Falah menambahkan.
Baasyir menyebut langkahnya ini mendirikan organisasi ini, bukan sekedar ego pribadi, melainkan upayanya berjuang menegakkan Islam sesuai dengan sunah Rosulullah. “kita berusaha supaya organisasi ini betul-betul menjadi apa yang disebut Rosulullah sebagai Thaifah Manshurah (kelompok penegak agama Allah) yang akan ditolong oleh Allah. Pungkas Baasyir. Apa tanggapan aktifis MMI dengan organisasi baru yang dibentuk Baasyir itu. “Silahkan saja. Tapi saya katakana kepada ustadz Abu, ayo kita adu shahih. Karena beliau mengatakan seluruh organisasi yang tidak menggunakan system jamaah imamah adalah sekular, ujarnya. “dia mau mendirikan apapun, terserah dia” tegas Muhammad Thalib.
Meski terlihat berseteru, umat berharap antara JAT dengan MMI dan organisasi Islam lainnya bisa bersinergi. Dalam penegakan syariat Islam. karena pekerjaan umat masih banyak, ketimbang sibuk berseteru.


Sumber bacaan : Majalah Al Mujtama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar