Jumat, 15 April 2011

ULAT BULU & POLITIK

Amier Lee 14 April jam 22:45 Balas Laporkan
Ada banyak cara untuk muhasabah, ada banyak cara untuk belajar dan mengambil hikmah. Dalam konteks kehidupan , sebagai individu atau sebagai suatu bangsa, sering kali Sang Pencipta mengirim ujian, rintangan atau bahkan bencana. Agar kita membacanya sebagai ayat kauniyah (tanda-tanda alam) yang melecut untuk menata diri dan bangsa.

Dua pekan terakhir, fenomena ulat bulu mewabah disejumlah daerah. Sebagaimana dilansir berbagai media massa, serangan ulat bulu ini bermula dari Probolinggo Jawa Timur pada 28 Maret yang lalu. Dalam waktu yang relatif singkat, ulat bulu merebak tidak hanya di Jawa Timur, akan tetapi meluas hingga ke Semarang - Jawa Tengah, Buleleng – Bali, Garut, Sumedang, Bekasi dan beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat. Terakhir, ulat bulu bahkan merangsek hingga ke Ibu Kota Negara, Jakarta.

Meski tidak mati, namun tanaman yang diserang kondisinya kritis mengenaskan. Seluruh daun rontok dimakan ulat hingga merugikan, baik untuk fotosintesis yang mereproduksi oksigen, maupun ancaman gagal panen pada pohon yang menghasilkan buah seperti mangga. Menurut pandangan pakar dan pemerintah, salah satu sebab munculnya ulat bulu ini yaitu untuk mencari media metamorfosis menjadi kempompong sebagai bagian dari upaya mempertahankan kehidupannya.

Menjadi relevan membicarakan fenomena ulat bulu ini dengan konteks politik yang memang tak pernah sepi dari segala macam ikonisasi, mulai dari anak TK seperti kata mendiang Gusdur terhadap laku politik anggota DPR (tentu tidak semua demikian). Atau pasar untuk simplifikasi terhadap politik transaksi onal yang hampir-hampir menjadi budaya para politisi (sekali lagi, tidak semua demikian).

Entah skenario Allah SWT atau hanya kebetulan, awal munculnya ulat bulu di Probolinngo tersebut, persis bersamaan pembahasan pembangunan gedung baru DPR yang menelan anggaran negara sebesar Rp1,1,38.

Aksi penolakan yang membadai, baik dari LSM, Ormas, Mahasiswa, hingga organisasi sayap partai politik diacuhkan oleh pimpinan DPR. Putusan kelanjutan pembangunan DPR bahkan ditetapkan melalui rapat konsultasi pimpinan DPR yang bukan merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan di DPR. Bahwa sidang paripurna merupakan wadah yang seharusnya difungsikan untuk mengamil keputusan tersebut.

Maka sejumlah kecurigaan yang mencuat ke publik terkait adanya indikasi “proyekan” tak dapat ditepis. Betapa tidak, Partai Gerindra misalnya, yang secara institusi melalui fraksinya di DPR, menolak pembangunan tersebut. Namun apa lacur, salah seorang politisinya, Pius Lustrilanang dari Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang menjabat sebagai wakil ketua BURT, justru tidak satu suara dengan partainya.

Aksi pasang badan hingga statemen apologetik menampakkan, betapa imun nurani sebagian anggota DPR, telah pecah dan keropos. Salah satunya, komentar Marzuki Alie, Ketua DPR yang mereduksi krtisisme dan peran rakyat. Simaklah keangkuhan politisi Demokrat ini, yang berulang kali menyayat hari rakyat dengan komentar tajamnya.

“Rakyat biasa jangan diajak membahas pembangunan gedung baru. Hanya orang-orang elit, orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah itu. Rakyat biasa dari hari ke hari yang penting perutnya terisi, kerja, ada rumah, ada pendidikan, selesai. Jangan diajak urus yang begini, ajak orang-orang pintar bicara, ajak kampus bicara.” (Kompas, 4/4/)

Atau komentar sinis Nudirman Munir, wakil ketua “Badan Kehormatan DPR” yang juga politisi Golkar, ”Kita jangan aneh-aneh membandingkan dengan rakyat yang susah. Itu jelas berbeda. Apa kita harus tinggal di gubuk reot juga, becek-becekan, kita harus realistis."

Sementara penolakan Fraksi PAN dan Partai Gerindra tak diindahkan, aksi walk out PDIP dalam rapat paripurna akibat ditolak permintaannya untuk membahas kembali rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut, juga dibiarkan bagai angin lalu. Terlepas dari aksi akrobatik politik untuk pencitraan.

Namun, rakyat memang sudah mahfum dengan lakon politisi dan para pemimpin negeri. Karenanya, suara riuh dan harmoni yang senada selalu menyesakkan nurani saat bicara soal anggaran, plesiran, fasilitas tambahan, kenaikan gaji atau term-term profan lainnya. Apatisme terhadap politik, pun menjulang.

Data terhadap semakin menurunnya partisipasi politik masyarakat dalam pemilu, dengan sangat kuat mengindikasikan tesis tersebut. Hal itu terlihat dari survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) sepanjang 2010. Kecenderungan menurun terlihat pada (pemilih) Partai Demokrat. Jika pemilu diadakan sekarang, Demokrat mendapat suara terbanyak 21,4 persen. Padahal pada bulan Februari 2010 elektabilitas Demokrat mencapai 32 persen. Demikian lansir Direktur Eksekutif LSI Kuskridho Ambardi (6/1/2011).

Walau tidak memiliki kausalitas secara empirik, setidaknya nalar nurani –khususnya para pemimpin- bangsa ini, bisa merefleksikan dirinya dari serangan musibah dan atau bencana ulat bulu yang bisa saja menghampiri kantor-kantor pemerintahan di Jakarta.

Demokrasi yang sedang dibangun, jangan sampai digerogoti dengan pragmatisme dan lupa darat. Atau seperti ungkapan lain, “kacang lupa pada kulitnya”. Katanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, namun lupa pada yang diwakili.

Persis seperti ulat bulu yang jika tidak dicegah, maka mengurangi produktifitas tanaman dalam proses fotosintesis yang berakibat bagi kehidupan. Termasuk juga ancaman gagal panen terhadap tanaman yang diserangnya. Kini demokrasi sedang bersemi, semangat berdemorkasi tumbuh membenih. Kita berlindung dari laku politisi yang menggerogoti hingga menyebabkan demokrasi tak lagi mampu menghasilkan oksigen untuk kelanjutan kehidupan bangsa ini.

Karena itu Allah SWT. dalam beberapa firmanNya juga mendorong manusia untuk melakukan ibadah tafakur. Al Qur’an sering kali mengulang-ulang perintah untuk berfikir. Sebagaimana yang terdapat di dalam surat Al An’am (binatang ternak) ayat 50

أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ

Maka Apakah kamu tidak merenung? (Al An’am:50).

PERAN NEGARA DAN RAKYAT DALAM POLITIK ISLAM

Amier Lee 06 April jam 8:44 Balas Laporkan
Politik (siyâsah) Islam sebagai sebuah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri dengan hukum Islam. Dari definisi ini pula, kita klasifikasikan bahwa politik Islam melibatkan dua pelaku, yaitu Negara dan umat/ rakyat, kemudian meliputi pengaturan dalam negeri dan luar negeri, terakhir adalah sumber legislasinya adalah hukum Islam. Dalam tulisan ini penulis akan berbagi ilmu terkait dengan peran Negara dan umat dalam politik Islam.

Pembahasan ini menurut penulis urgen untuk diketahui, karena di tengah-tengah umat kita ini, masih ada yang menaruh rasa curiga, bahwa ketika politik Islam diterapkan maka yang akan ada adalah otoriter penguasa atas nama agama dan moral. Peran umat akan ditelikung, dimana umat tidak diberi kebebasan dalam mengemukakan pendapatnya di muka umum bahkan di depan penguasa sekalipun. Benarkah demikian?

Peran Kepala Negara
Untuk mengurus kepentingan umat secara praktis, syara’ memberikan tanggung jawab hanya kepada penguasa. Penguasa disini adalah kepala Negara (Khalifah) dan penguasa lainnya yang diangkat oleh Khalifah ataupun melalui pemberian bai’at (Zallum, 2004). Pengurusan rakyat dalam Islam memang diserahkan kepada penguasa, sebagaimana salah satu dalil berikut;

"Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya (tasûsûhum) oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak khalifah'. (H.R. Imam Muslim dari Abi Hazim)

Hadist ini dengan jelas menunjukkan bahwa pengaturan kepentingan umat baik internal dan eksternal berada di tangan khalifah sebagai kepala Negara. Lalu apa peran kepala Negara dalam politik Islam?

Pertama, kewajiban kepala Negara adalah menjalankan hukum Islam sebagai konstitusi Negara (UU). Dia tidak boleh mengadopsi aturan yang berada di luar konteks hukum Islam baik metode pengambilan hukumnya ataupun hukumnya itu sendiri.

Kedua, bertanggungjawab terhadap politik dalam dan luar negeri sekaligus. Termasuk dialah yang memimpin kepemimpinan pasukan. Dia juga yang memiliki hak untuk mengumumkan perang, damai, gencatan senjata serta perjanjian-perjanjian yang lainnya.

Ketiga, berhak menerima dan menolak duta-duta asing, serta menentukan dan memberhentikan duta-duta Islam.

Keempat, berhak mengangkat para mu'awin (sejenis wakil kepala Negara), wali (setingkat gubernur) dan mereka semua bertanggungjawab di hadapan khalifah, sebagaimana mereka semua harus bertanggungjawab di depan majelis umat (majlis perwakilan rakyat).

Kelima, mengangkat dan memberhentikan ketua qadli (sejenis Mahkamah Agung), dirjen departemen-departemen, panglima perang, serta para komandan yang membawa bendera-benderanya. Mereka semuanya bertanggungjawab di hadapan khalifah, dan tidak perlu bertanggungjawab di hadapan majelis umat.

Keenam, berhak mengadopsi hukum-hukum syara', dimana dengan berpegang pada hukum-hukum tersebut disusunlah anggaran pendapatan negara. Dia juga yang berhak menentukan rincian anggaran tersebut, beserta pengeluaran yang diperlukan untuk masing-masing bagian. Baik semuanya tadi berkaitan dengan pemasukan maupun pengeluaran (Zallum, 2002).

Dalil tentang wewenang kepala Negara di atas disandarkan pada perbuatan Rasulullah saw, kemudian disandarkan pada fakta kepala Negara (khalifah) itu sendiri yang merupakan kepemimpinan umum (universal) bagi seluruh kaum muslimin seluruh dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syara', serta mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia, itulah yang menjadi dalilnya.

Peran Umat (Masyarakat)
Kewajiban utama umat atau masyarakat dalam sebuah Negara Islam adalah taat kepada Amir (penguasa). Ketaatan umat ini ditunjukkan dengan bai’at, baik bai’at in’iqod ataupun bai’at tho’at. Sebagaimana firman Allah swt:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. “ (TQS. Al Nisa’ (4): 59)

Selain berkewajiban menaati pengusa, umat memiliki tiga peran penting, yaitu; kekuasaan untuk memilih penguasa, terlibat dalam musyawarah dan mengoreksi penguasa.

Dalam Islam, kekuasaan diserahkan kepada umat, artinya adalah umatlah yang berhak menentukan dan memilih penguasa dengan metode bai’at. Rasulullah saw sendiri saja sebagai seorang Nabi mengambil bai’at atas kekuasaan dan pemerintahan untuk dirinya dari penduduk Yastrib dalam bai’at aqobah kedua. Aktivitas Nabi Muhammad saw ini menjadi dalil yang tegas bahwa kekuasaan berada di tangan umat (Khalidi, 2004).

Peran kedua umat adalah berperan aktif dalam musyawarah (al syûrâ), dimana al syûrâ atau pengambilan pendapat dalam Islam adalah salah satu konsepsi politik yang akarnya menancap kuat di tengah masyarakat Islam dan menjadi keistimewaan sistem pemerintahan Islam dari sistem pemerintahan lainnya. Syûrâ ini berdasarkan dalil berikut;

“….dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…”. (TQS. Ali Imran (3): 159)

Namun perlu menjadi catatan, bahwa musyawarah antara kepala Negara dengan umat dilakukan dalam perkara yang mubah, bukan dalam masalah hukum yang sudah ditetapkan oleh syara’. Ibnu ‘Arabi menyatakan bahwa Rasulullah saw bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam urusan yang berkaitan dengan kemaslahatan perang, beliau tidak bermusyawarah dalam masalah hukum, karena hukum diturunkan dari sisi Allah atas seluruh macamnya (Khalidi, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al Siyasah al Syar’iyah, beliau berkata:

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk berlemah lembut kepada para sahabatnya, dan agar orang-orang setelah beliau mengikutinya dan untuk mengeluarkan pendapat dari mereka dalam perkara yang tidak dijelaskan oleh wahyu diantara masalah strategi perang dan perkara-perkara parsial dan sebagainya. Rasul adalah orang yang paling mengutamakan musyawarah.”

bahkan Imam Bukhari pernah berkata:

“Para Imam (Khalifah) setelah Rasul saw secara kontinyu bermusyawarah dengan ahli ilmu dalam persoalan yang mubah, agar mereka mengambil perkara yang memudahkannya dan jika al Quran dan al Sunnah telah menetapkan, maka mereka tidak berpegang pada selainnya sebagai manifestasi meneladani Nabi saw” (Fath al Bâri’ Juz 17 hal 105)

Tentu saja aspirasi rakyat ini diwakili oleh apa yang disebut dengan wakil rakyat dalam majlis al ummah.

Peran ketiga adalah umat wajib mengoreksi seorang pemimpin atau penguasa. Adanya kewajiban untuk menaati penguasa, meskipun ia berbuat zhalim atau merampas hak-hak rakyat, bukan berarti bahwa umat boleh mendiamkannya. Penguasa harus ditaati namun dia juga harus dikoreksi setiap aktivitas dan perilakunya. Allah swt mewajibkan umat Islam untuk mengoreksi bahkan mengganti para penguasa apabila merampas hak rakyat, mengabaikan kepentingan umat, menyelisihi hukum Islam dan apabila ia berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah swt. Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Akan ada para amir (penguasa), maka kalian (ada yang) mengakui perbuatannya dan (ada yang) mengingkarinya. Siapa saja yang mengakui perbuatannya (karena tidak bertentangan dengan hukum syara’), maka dia tidak diminta tanggung jawabnya, dan siapa saja yang mengingkari perbuatannya maka dia akan selamat. Tetapi siapa saja yang ridha (dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum syara’) dan mengikutinya (maka dia berdosa). Para sahabat bertanya: “Apakah kita tidak memerangi mereka?” Beliau saw menjawab: “Tidak! Selama mereka menegakkan shalat (hukum-hukum Islam)”

Yang lebih tegas dinyatakan dalam hadits dari Attiyah meriwayatkan bahwa Abu Said ra berkata, Rasulullah saw bersabda:

“Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran kepada penguasa yang zhalim” (HR. Abu Dawud)

SEBAIKNYA SEMUA TAHU.

Amier Lee 23 Februari jam 7:13 Balas Laporkan
(uuppss...afwan klo ada yg kesindir ya...^_^ V)

"20 ciri ikhwan genit" eitsss jangan salah,akhwat genit juga ada loh.

1. Ikhwan genit akan bergaya dia paham agama tapi sebenarnya biasa-biasa saja.

2. Ikhwan genit jarang ke Masjid, ke Masjidnya mungkin pas jum'atan saja. Pas Jum'atan aja masih diselingi ngantuk, rame sendiri, dan sibuk dengan HP nya.

3. Ikhwan genit, akan menyingsingkan celananya alias menjadi sosok congklangers (biar ga isbal) di depan para akhwat, sedang kalo bertemu dengan cewek biasa diturunkan lagi celananya. Jadi alim banget dan nggak salaman kalo sama akhwat, tapi mendadak 'gaul' kalo sama cewek biasa.

4. Ikhwan genit suka chatting dengan akhwat, diskusi dengan hal-hal yang nggak perlu, katanya sih dakwah di dunia maya, tetapi yang diobrolkan jauh dari nilai esensi dakwah.

5. Ikhwan genit suka nelpon-nelpon akhwat tanpa agenda yang jelas, lama banget, dan mendayu-dayu, padahal sms saja bisa.

6. Ikhwan genit, memanfaatkan amanah dakwah nya untuk kepentingan dirinya, dan menseleksi akhwat, menilai akhwat layak tidak untuk dirinya, sekufu tidak dengan dirinya, dan orientasi pribadi lainnya.

7. Ikhwan genit memanfaatkan kepandaiannya dalam skill tertentu untuk menarik akhwat, misal skill memperbaiki komputer,HP, pemrograman, buat blog (site) dan buat proposal atau kerja teknis lainnya.

8. Ikhwan genit berjalan suka jelalatan, kalo ada akhwat yang melintas di depannya selalu memberi penilaian, "akhwat ini 80, akhwat itu 70, dsb"

9. Ikhwan genit, sok perhatian ke akhwat, mempunyai belas kasihan yang terlalu berlebihan, padahal biasa-biasa saja sebenarnya bisa.

10. Ikhwan genit, suka bercanda dan cair dengan akhwat, dan nggak risih dengan syuro yang berhadap-hadapan.

11. Ikhwan genit suka sekali sms tausiyah padahal sebenarnya dia lagi kangen saja sama akhwat idolanya, menurut saya ketika sms tausiyah, "sent to all", nggak ada spesifikasi untuk ikhwan / akhwat tertentu, atau untuk lebih berhati-hati, ikhwan sms tausiyahnya ke ikhwan dan akhwat ke akhwat.

12. Ikhwan genit yang kebetulan mendapat amanah di kaderisasi, ikut perhatian dan sok campur tangan dengan kaderisasi akhwat, padahal jelas-jelas kaderisasi ikhwan dan akhwat benar-benar sesuatu yang terpisah, dan semuanya sudah ada yang ngurusin.

13. Ikhwan genit suka menjanjikan "nikah" kepada seorang akhwat padahal itu masih lama banget menikahnya alias ngetek duluan, dann yang terjadi akhirnya adalah back street. Wew parah !

14. Ikhwan genit suka koleksi foto akhwat, dan suka meng-crop foto akhwat yang jadi idolanya, dan lebih gila lagi, menjadikannya background atau screen server di komputernya atau laptopnya.

15. Ikhwan genit suka koleksi teman-teman akhwat dengan FB, YM, dan sok perhatian ngasih komen di FB nya.

16. Ikhwan genit ga suka kajian, tapi seneng beli buku, padahal bukunya juga nggak di baca.

17. Ikhwan genit suka jalan-jalan di Sunday morning dan melotot lihat akhwat cantik, dan nggak bisa Godhul bashor, ayo ikhwan tundukkan pandanganmu, biar kami bisa leluasa kalau harus berjalan di depanmu. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, … " (QS.An-Nuur:30-310)

18. Ikhwan genit dalam obrolan teman sesamanya yang dibicarakan selalu seputar akhwat, minim membahas ilmu dien, dan strategi dakwah.

19. Ikhwan genit sering berkunjung ke tempat akhwat, banyak sekali alasannya, entah mau pinjem buku, mau ngantar sesuatu, atau apalah tanpa ada alasan yang jelas.

20. Ikhwan genit suka tertawa terbahak-bahak nggak karuan kalau lagi berkumpul sesamanya, padahal kelihatannya anteng dan alim banget pas di depan akhwat dan pas syuro'.

Mari bercermin diri dengan jujur, kalo ada di antara tanda-tanda di atas pada diri anda, yuk berubah. Tiap orang pasti bersalah, orang yang beruntung adalah yang merasa dirinya banyak dosa bukan banyak amal dan yang paling baik adalah orang yang bertaubat dari kesalahannya.
"Dan mohonlah ampun kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" (Al-Muzammil: 20).

Kenikmatan Memaafkan

Amier Lee 01 April jam 0:23 Balas Laporkan
Interaksi antara sesama manusia memungkinkan terjadinya gesekan, salah persepsi, salah paham, salah berucap, salah bertindak, tidak menepati janji, dan sebagainya. Semua itu bisa menimbulkan sakit hati. Sakit hati adalah sebuah beban kepedihan yang berat dan sangat tidak enak rasanya. Karena itu, menjadi penting bagi siapapun agar bisa melepaskan beban kepedihan ini.

Memaafkan adalah salah satu kualitas takwa. Dan Tuhan menilai tinggi rendahnya derajat manusia dengan ukuran takwa ini. Maka siapapun yang ingin dinilai tinggi oleh Tuhan, jadilah pribadi pemaaf. Kenapa ini penting? Karena siapapun yang dinilai tinggi oleh Tuhan akan mendapatkan banyak keuntungan dariNya. Dipercaya atas rizki yang banyak. Dihindarkan dari malapetaka. Dipermudah urusannya, dan sebagainya. Ehm, nikmatnya… Inilah yang saya sebut sebagai kenikmatan tingkat tinggi.

Orang yang mudah memaafkan adalah orang yang dirinya senantiasa bebas. Tidak dipenjara oleh kesakitan hatinya. Sebaliknya orang yang sulit memaafkan adalah orang yang justru terus disiksa oleh rasa sakit hatinya itu. Jadi, orang yang melakukan kesalahan telah menyakiti diri kita sekali saja. Tapi, karena kita tak memaafkan, maka kita menyakiti diri kita sendiri berkali-kali. Ah,… tragis sekali.

Ada dua orang mantan tahanan politik. Satu orang telah memaafkan orang yang memenjaranya. Yang seorang belum. Mantan tapol yang telah memaafkan berkata: “Wah, kalau begitu kamu masih dipenjara”

Prinsip Memaafkan
Memaafkan itu kebaikan terbesarnya bagi yang memaafkan, karena akan bisa melepas beban kepedihan dirinya. Kesadaran akan hal ini benar-benar menjadi dasar agar kita bisa dengan mudah memaafkan.

Saya memilih 5 tips yang bisa dilakukan agar memaafkan menjadi mudah :

1. Senyum dan menarik nafas panjang.
2. Sadari kita juga tak sempurna
3. Pahami kondisi orang lain
4. Putuskan untuk memaafkan dengan mengatakan : “Saya maafkan anda”
5. Fokuskan pikiran pada hal lain

Bila kita sudah memaafkan ada dua ciri utama, yaitu:
1. Perasaan lega / plong / ringan, karena memang bebannya telah lepas.
2. Tak ada hambatan psikologis untuk berinteraksi kembali.

Jadi, bila 2 ciri ini belum ada, itu tanda kita belum memaafkan.

Nah temans, mari saling memaafkan yuks…

Membangkitkan Kembali Raksasa yang Tertidur

Amier Lee 09 April jam 20:42 Balas Laporkan
Islam adalah agama yang dipeluk sekitar 90% penduduk Indonesia sebagai jalan hidup yang diturunkan Allah kepada Muhammad untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan manusia yang lain.

Di tengah kaum yang ummi, Al Quran diturunkan. Dorongan memahamkan Islam ke berbagai bangsa serta keinginan menguasai sains dan teknologi dunia menjadikan cendekiawan muslim mempelajari beragam bahasa. Islam menjadi berpengaruh kuat bagi bangsa-bangsa non-Arab untuk semakin dalam memahami dan menggali khazanah hukum Islam.

Upaya menjadikan Islam sebagai adidaya dunia telah dirintis Rasulullah dan dilanjutkan oleh para khalifah penerus Beliau. Rasulullah mengirimkan para sahabat untuk mempelajari teknologi peralatan perang Persia. Bom-bom mesiu dalam tembikar yang dilontarkan dengan ketapel dalam perang salib. Dan kota Konstantinopel berhasil dibebaskan dengan dukungan meriam super berdiameter 762 mm.

Kekuasaan Islam yang membentang dari Papua hingga Andalusia, tidak menjadikannya diktator mayoritas, cendekiawan non-muslim H.G Wells dalam bukanya The Outline of History menyatakan “Islam telah berhasil menciptakan suatu masyarakat yang bebas dari kekejaman dan penindasan sosial dari pada masyarakat-masyarakat yang pernah ada sebelumnya di dunia”. Hal ini dijelaskan Sir Thomas Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam bahwa penerapan hukum Islam menjamin kebebasan memeluk agama, kelonggaran dalam wajib militer, dan pembayaran jizyah (pungutan) yang ringan.

Sistem pendidikan Islam yang diterapkan dengan motivasi spiritual, kemudahan akses pendidikan, penggajian yang baik, juga insentif luar biasa terhadap karya-karya intelektual menjadikan Khilafah Islamiyyah sebagai negara rujukan yang melahirkan karya-karya monumental. Diantaranya Ibnu Haytsam, 600 tahun lebih awal daripada Rene Descartes dalam membangun tradisi metode ilmiah yang dimulai dari pengamatan empiris, perumusan masalah, formulasi hipotesis, eksperimen, analisis, interpretasi data dan formulasi kesimpulan dengan publikasi yang telah dinilai oleh peer-review.

Perhitungan waris menginspirasi Al Khawarizmi melahirkan dasar aljabar dalam kitab Al Jabar wal Muqobalah. Phillip K. Hitti dalam History of the Arabs, Ibnu Firnas sebagai manusia pertama yang secara ilmiah mencoba terbang atau seribu tahun sebelum Oliver dan Wilbur Wright. Dan masih banyak lagi dibidang persandian, kimia, konversi energi, dll.

Kini, dunia Islam telah kehilangan ruhnya, tercerai berai dan tertinggal dengan Negara-negara lainya. Dunia Islam membutuhkan sinergi antara cendekiawan muslim dengan berbagai komponen kaum muslim yang lain. Cendekiawan muslim harus bekerja dengan motivasi spiritual, melakukan perubahan rasional yang berjalan di atas jalan Kenabian sehingga mampu mambangkitkan kembali raksasa yang telah tertidur panjang sejak 3 Maret 1924 silam, untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Adakah seorang dari kita yang memiliki azzam untuk mengembalikan kejayaan-nya